Desa Pengudang memiliki sejarah yang dalam, berakar pada kehidupan agraris masyarakatnya. Nama "Katumbiri", yang berarti pelangi dalam bahasa Sunda, mencerminkan harapan dan keberagaman penduduknya. Desa ini dikatakan sudah ada sejak zaman kerajaan di tanah Sunda, ketika leluhur pertama kali membuka lahan untuk bercocok tanam di daerah yang subur ini.
Berdasarkan cerita turun-temurun, Desa Pengudang dulunya adalah kawasan hutan lebat yang kemudian dibuka oleh para leluhur dari berbagai daerah. Mereka memilih untuk menetap di sini karena tanah yang subur dan sungai yang mengalir memberikan kehidupan bagi pertanian dan peternakan. Dengan semangat gotong royong, masyarakat mulai membangun pemukiman, mengolah lahan, dan menjaga keseimbangan alam.
Desa Pengudang terus berkembang seiring waktu, menjadi pusat pertanian yang menghasilkan beragam komoditas seperti padi, sayuran, dan rempah-rempah. Pada masa kolonial Belanda, desa ini sempat menjadi jalur perdagangan hasil bumi, dengan pedagang lokal yang sering menjual hasil panen mereka ke kota terdekat. Perubahan besar terjadi setelah kemerdekaan Indonesia, ketika desa ini mulai mendapat perhatian dalam pembangunan infrastruktur dan pendidikan, menjadikannya desa yang semakin maju dan mandiri.
Hingga sekarang, Desa Pengudang tetap menjaga nilai-nilai budaya dan kearifan lokalnya. Tradisi adat, kesenian daerah, serta semangat gotong royong tetap menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan kemajuan teknologi dan modernisasi, desa ini terus berkembang tanpa melupakan warisan leluhurnya, menjadikannya desa yang harmonis antara kemajuan dan kelestarian budaya.